beritajogja.com (PURWOKERTO)- Petani di Indonesia rawan terjangkit Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK).
Anggota Tim Program Penerapan Ipteks Gerakan Dokter Tani universitas Jenderal Soedirman (Unsoed), dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK. mengungkapkan Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya adalah petani.
Menurutnya, para petani tradisional umumnya menghabiskan waktu seharian dalam menggarap ladangnya dengan berbekal peralatan sederhana tanpa menggunakan perlindungan yang cukup bagi kulit terhadap paparan lingkungan pekerjaan.
Baca Juga: LPPM Unsoed Gulirkan Gerakan Dokter Tani di Purbalingga
"Paparan lingkungan pertanian pada kulit termasuk paparan dengan air, tanah, tanaman, pupuk, pestisida dan lain-lain yang umumnya bersifat iritan dan sebagian bersifat allergen, sering kali menimbulkan permasalahan. Berbagai kelainan kulit dapat muncul akibat paparan tersebut, sehingga disebut sebagai penyakit kulit akibat kerja (PKAK) di lingkungan pertanian," katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (24/05/2023).
Penyebab PKAK
Ia menjelaskan, PKAK di lingkungan pertanian didominasi oleh Dermatitis Kontak Iritan (DKI), di mana pajanan atau paparan kulit terhadap pupuk dan pestisida yang mengandung banyak zat iritan berperan besar dalam kejadian DKI.
Selain DKI, kata Oke, ada juga dermatitis kontak yang disebabkan oleh pajanan ulang zat-zat yang bersifat allergen, seperti contohnya alergi terhadap debu-debu sekam atau serbuk sari tanaman. Kelainan ini disebut dengan Dermatitis Kontak Alergi (DKA).
"Kelainan kulit lain yang dapat timbul pada paparan pekerjaan sebagai petani adalah kasus-kasus infeksi baik jamur, bakteri, virus maupun parasit. Area tangan dan kaki adalah tempat yang paling sering timbul kelainan akibat infeksi. Kelainan kulit lainnya yang dampaknya sering tidak dirasakan secara langsung adalah kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari," ungkap dokter ahli Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin dari Fakultas Kedokteran Unsoed ini.
Menurut Oke, petani menghabiskan waktunya seharian di lahannya dengan papajaan sinar UV dengan indeks yang tinggi sangat berisiko menimbulkan kelainan kulit mulai dari sunburn (terbakar matahari), penuaan dini, kelaianan pigmentasi, timbul kutil-kutil pada kulit dan yang paling berbahaya adalah kanker kulit.
"Indonesia memiliki indeks UV yang tinggi terutama pada pukul 10 – 15 indeks dapat mencapai 8-10 di mana indeks UV tinggi bersifat karsinogenik, merusak DNA sel keratiosit kulit dan dapat menyebabkan mutase dan memicu proses keganasan kulit," imbuhnya.
Oke menandaskan, paparan lingkungan pekerjaan pertanian juga dapat berimbas terhadap kesehatan kulit bagi para petani, sehingga harus ditekankan perlunya menjaga kesehatan kulit. Kerusakan kulit secara otomatis akan membuka pintu masuk bagi mikroorganisme pathogen ke dalam tubuh dan dapat menimbulkan infeksi sistemik.
Artikel Terkait
Ini Alasan Kelurahan Cokrodiningratan Mewakili Kota Yogyakarta Maju Lomba Pembangunan Pertanian
Pelatihan IT dan Coding untuk UMKM, Pertanian dan Perikanan di Solo Mendapat Antusiasme Milenial