beritajogja.com (JOGJA) - Pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur masih menjadi perdebatan. Pembangunan IKN dikhawatirkan berdampak merusak hutan Kalimantan yang terkenal sebagai paru-paru dunia.
Dosen Fakultas Kehutanan UGM, Dwiko Budi Permadi, S.Hut., M.Sc., Ph.D., menyebutkan adanya ancaman deforestasi dalam pembangunan IKN di Kalimantan Utara. Deforestasi secara terencana terjadi pada sektor-sektor yang memanfaatkan lahan hutan, mengkonversi serta merubah peruntukan lahan hutan.
“Pemerintah mengusung konsep IKN kota maju, pintar, hijau, forest city dimana 75% IKN merupakan kawasan hijau. Namun menjadi pertanyaan kritis karena status 256 ribu hektar itu hutan, jika 75% kawasan hijau berarti melakukan deforestasi sebesar 30% untuk pembangunan infrastruktur dan sebagainya,”urainya dalam Fisipol Leadership Forum Live bertajuk Transformasi Kalimantan Timur Sebagai IKN Baru Menuju Masyarakat Hijau yang digelar pada Selasa (23/05/2023) di Fisipol UGM.
Baca Juga: Ini Tujuan. Diluncurkan Kuncie Executive Human Capital by UGM
Lebih lanjut Dwiko menjelaskan dari laporan Bapenas diketahui bahwa kondisi hutan di kawasan IKN juga tidak berada dalam kondisi baik. Dari 256 ribu hektar kawasan hanya 43 persen saja yang berhutan. Artinya, terjadi deforetasi yang cukup besar yakni pada 57% kawasan.
“Berarti harus meningkatkan forset recovery. Lalu mampukah mentransformasi hutan eukaliptus yang kualitasnya lebih rendah dari pimer menjadi hutan tropis yang mampu mensuplai oksigen, biodiversitas, mempertahankan kelestarian hutan dan lainnya?,”tuturnya.
Sementara itu, lanjutnya, menurut catatan KLHK kemampuan untuk melakukan rehabilitasi hutan 900 hektar pertahun dengan persen keberhasilan yang rendah. Selain itu membutuhkan waktu sekitar 99 tahun untuk bisa mentransformasi hutan IKN menjadi hutan kembali.
Baca Juga: Mahasiswa UGM Raih Tiga Medali di Olimpiade Tingkat Nasional 2023
“Nah itu situasi seperti itu harus kita bagaimanakan. Kami punya teknologi reforestasi close to nature yang sidah dipraktekan mampu meningkatkan cadangan karbon dari 100 menjadi 200 ton per hektar, tapi political will dari pemerintah seperti apa untuk ini. Apakah IKN bisa jadi spirit baru untuk mentransformasi?,”paparnya.
Dwiko pun mengusulkan supaya prinsip pembangunan IKN bisa diterapkan di seluruh kota di Indonesia. Menurutnya, untuk mewujudkan kota pintar, maju, dan hijau di Indonesia tidak perlu menunggu pembangunan IKN di kalimantan Timur selesai.
“Presiden Jokowi juga perlu meminta semua kota harus memenuhi kriteria IKN. Ini menjadi tantangan para pemimpin di masa depan,”tegasnya.
Ia mengatakan jargon atau prinsip pembangunan IKN bisa diwujudkan di kota-kota Indonesia lainnya. Key Performance Indicator (KPI) untuk IKN dapat diterapkan pada kota-kota saat ini seperti Kota Samarinda, Medan, Surabaya, Yogyakarta dan lainnya.
“Kenapa harus menunggu IKN untuk mentransormasi kota kita menjadi lebih livable, lebih ramah lingkungan, danlebih berkeadilan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Itu pertanyaan kami kepada para pemimpin di daerah dan di tingkat pusat,” tuturnya.
Baca Juga: Pakar UGM Ungkap Sebab Kenaikan Kasus HIV di Indonesia
Artikel Terkait
Tinjau UTBK, Rektor UGM Temukan Kendala Terkait Sistem Secara Nasional
Ikan Wader Terancam Punah, Begini Penjelasan dari Profesor UGM
Usai Diwisuda, Hendro Pleret Nunggang Kuda Keliling Kampus UGM, Ini tujuannya....