beritajogja.com (JOGJA)- Di era Media sosial, semua orang bisa memposting apa saja. Seringkali postingan itu mendapat tanggapan dari orang lain.
Kadang seseorang merasa cemas dengan pendapat orang lain yang tidak menyenangkan atau menyinggung.
Cemas karena pendapat orang lain bisa jadi gejala gangguan mental yang disebut Fear of Other People’s Opinions (FOPO).
Ketakutan terhadap pendapat orang lain ini tentunya bisa sangat mengganggu kehidupan jika muncul secara terus menerus.
Psikolog UGM, T. Novi Poespita Candra, S.Psi., M.Si., Ph.D., Psikolog, menjelaskan bahwa saat ini FOPO telah menjadi fenomena di masyarakat tanah air. Bahkan dalam beberapa waktu terakhir fenomena ini menunjukkan kecenderungan yang semakin meningkat.
“Ditambah dengan penggunaan media sosial menjadi salah satu pemicu orang-orang mengalami FOPO. Melalui media sosial ini pendapat orang semakin terbuka, imagenya terbuka, meskipun ada beberapa orang yang memang selalu khawatir dengan pendapat orang sejak dulu,” ungkapnya, Kamis (18/05/2023).
Novi mengatakan di Indonesia FOPO dibentuk oleh budaya dan pendidikan. Budaya feodalisme dan konformitas yang masih lekat di masyarakat berkontribusi kuat terhadap terbentuknya FOPO pada manusia-manusia Indonesia.
“Budaya feodal misalnya senior mengatur perspesi publik ini. Lalu soal konformitas, dari kecil anak-anak diajari punya pemikiran selalu sama, jika berbeda sedikit saja akan dibilang aneh karena sudah dibiasakan dengan keseragaman,” terangnya.
Dosen Fakultas Psikologi UGM ini menyebutkan karena pendidikan yang ada menyeragamkan semua individu, pada akhirnya menjadikan manusia-manusia Indonesia menjadi lebih mementingkan pendapat atau pikiran orang lain tentang dirinya dibandingkan pendapatnya sendiri akan dirinya.
Ditambah dengan keberadaan media sosial dimana image atau perspektif sesorang dibentuk oleh platrform ini. Misalnya, banyak diksusi dan obrolan terkait parameter kesuksesan bagi anak muda.
Anak muda dianggap sukses jika di usia 20-an tahun sudah memiliki penghasilan atau usaha sendiri. Karena wacana di media sosial tersebut orang mulai membandingkan dirinya.
“Akhirnya membandingkan dirinya, sudah usia 30 tahun tetapi belum ada bisnis sendiri dan akhirnya mulai insecure karena hidup tidak sesuai harapan kebanyakan orang,” ucapnya.
Kondisi ini, lanjutnya, terjadi karena seseorang belum memiliki kesadaran akan identitas diri sendiri. Di usia remaja seseorang harus mengenal dirinya, jika diberikan ruang untuk mengenal dirinya maka akan memiliki kesadaran diri terhadap dirinya.
Apabila kesadaran diri ini sudah dimiliki maka identitas diri bisa terbentuk baik sehingga tidak akan cemas pendapat orang lain dan tidak takut berbeda.